Jumat, 25 Februari 2011

Desain Kartu Nama















SKETSA CINTA


“Kamu sudah gila Lia” teriak Zoya tepat di mukaku, aku terkaget melihat reaksinya. Apa iya harus seperti ini…? Aku rasa sedikit berlebihan. Ini hanya masalah biasa, hal wajar yang lumrah terjadi pada siapa saja. Dan mungkin sekarang giliranku. Tapi ternyata respon serupa tidak hanya kudapatkan dari Zoya. Mala yang ada di sampingku seperti ingin mengeluarkan separuh bola matanya dengan mulut mengangah tak percaya. Begitu juga Alice, dia sampai menutup rapat wajahnya dengan binder dan sebuah kalimat meluncur dari bibir mungilnya
“OMG please dech”
“Udah lia jangan diterusin, ini udah keterlaluan, semuanya ini Cuma permainan kan…….?”Mala menggertak. Ada mimik serius di wajahnya. Aku menggeleng mantap, membuyarkan harapan Mala.
Maaf teman ini masalah hati. Terserah apa kata kalian, bahkan kalau kalian berfikir aku sudah benar-benar gila sekalipun.
“What ……? What wrong whith you, it not you baby…..!!”Alice menimpali.
“kamu bercanda kan lia?mau dikemanakan muka kita ini, seandaainya sampai orang tau kalau satu dari anggota gank cantik terkena kangker otak kronis samapi-sampai nggak bisa mikir dengan sehat” ha……. Aku mengagah, kejam sekali Maya, masa’ sih aku sudah separah itu, hingga vonis kangker otak stadium terminalpun dijatuhkan
“Lia cepat akhiri semua ini dan kembali seperti sebelumnya, atau kami akan melakukan sesuatu “ tukas Zoya, ada nada ancaman di sana. Apa yang akan dilakukan teman-temanku,….? Memasaang pengumuman dimading kalau aku sudah gila?. Nggak nyapa dan menjahui aku selama satu bulan?. Atau malah ninggalin aku untuk selamanya….?
“ini masalah hati guys, kalian nggak boleh sewenang-wenang dong” protesku. Sejak kapan kamu mikir pakai hati, baiasanya maen sruduk aja” sela Alice ketus dengan tanpa perasaan. Hallo…!!! ya Tuhan , ada apa dengan temanku-temanku. Giliran aku mikir pakai hati, dibilang gila. Tapi yang srudak-sruduk, tendang kromo, malah dibilang sehat lahir batin. Sebenarnya siapa sich yang gila…?
”Kita nggak pernah ngelarang loe seneng sama siapa aja. Tapi ya lihat-lihat dulu dong orangnya” tak ada gurat canda diwajah cantik Mala. suaranya mantap dan meyakinkan
“ sejak loe tergila-gila sama orang aneh itu, loe itu sudah ikut-ikitan aneh tau nggak..” Zoya pun demikian. Sepertinya gank cantik benar-benar marah
“yup, selera aneh, dandanan aneh tingkah laku loe juga aneh, semua yang ada sama loe, udah terlihat benar-benar aneh, kita sampai nggak ngenalin loe lia” aku tertunduk. Kenapa ini. Apa teman-temanku sudah melangkah sejauh ini, jauh dari sebuah garis yang saat ini ingin aku dekati. Lama kami terdiam, mereka seperti menantikan tawa renyahku dan mengatakan , oke teman-teman, aku Cuma main-main kok.
“maaf Guys, aku nggak bisa ninggalin semua ini. Aku masih ingin tahu ada apa dibalik semua kegilaan ini, Assalamualaikum”. Tak ada jawaban dari mereka, yang ada hanya wajah yang terbengong-bengong dan penuh kebingungan.
Kulangkahkan kaki meninggalkan teman-teman cantikku. Ku susuri jalanan rindang disepanjang kampus. Aku ingin menikmati cinta ini teman, cinta yang kalian sebut dengan kegilaan tapi kegilaan ini begitu menenangkan.
xxx
“Apa…..?loe sudah gila lia”kata-kata yang sama dari zoya, 3 bulan yang lalu.
“memang ada masalah apa sih? sampai loe ngambil keputusan untuk ninggalin bima….?” Tanya mala dengan penuh selidik.
”iya nih kan sayang kalo loe mutusin bima secepat ini” Alice turut menyela.
”ya….,pingin aja” jawabku singkat.
”gak nyesel loe, bima kan cakep banget, udah gitu tajir abis lagi” kembali alice memberi komentar, aku hanya menggeleng.
“berarti loe yang punya inceran baru dong,” lanjut zoya, aku hanya tersenyum simpul. Aku rasa mereka faham dengan itu.
“siapa lia, setau gue, belum ada stok cowok keren yang bisa nandingin ketenaran bima dech dikampus ini”. Tanya alice sembari menerawangkan pandanagnnya, mencoba mengingat-ingat daftar cocok popular yang ada. “anak kampus lain ya”. Tambahnya
“Anak kampus sini juga kok”jawabku.
“siapa Li……”kejar mereka hampir bersamaan.
“Ivan” jawabku mantap.
“Ivan? Sapa tuh Ivan? Kayaknya gak terkenal banget deh” tukas mala.
“ iya nih, masak sih ada cowok sekeren bima yang luput dari inceran kita,” imbuh Alice dengan nada penyesalan.
“dia kakak angkatan kita 2 tahun. dia anak psikologi” jawabku pada teman-teman yang masih sibuk mengira-ngira sosok yang bisa menmggantikan bima, cowok paling tenar dikampus ini.
“seangkatan sama mas Aga dong” aku mengganguk “ siapa ya” lanjut zoya.
“siapa sih li., jangan main kucing-kucingan dong”. Desak alice dengan sedikit memaksa.
“iya ini lia, punya gebetan baru kok dirahasiakan “ mala terlihat mulai tak sabar”
“Pres. BEM psikologi, pengganti masa ginta.” zoya terbatuk. Mala bahkan menyemburkan sebagian isi mulutnya. Dan alice, tetap dengan kata-kata ajaibnya
“OMG please dech”
Ivan Jazuli, sosok biasa yang telah mengisi ruang hatiku. Melumpuhkan cintaku dan yang pasti telah membuat aku dianggap gila oleh teman-temanku. Bagaimana mungkin seorang Anisa Aulia, gadis tercantik dalam sejarah panjang universitas Airlangga. Cewek paling menjadi incaran kaum adam yang normal di Universitas terkenal di kota pahlawan ini, bisa takluk hanya pada seorang pemuda seperti Ivan.
Kata mereka, tak ada yang istimewa dari sosok ivan. Berperawakan ceking, kumal dan kampungan. Jauh terperosok dibawah standar kami para gank cantik. Dia lebih pantas menjadi seorang kacung, dari pada memegang jabatan paling prestisius di BEM anak-anak gedonagan itu. Cinta memang gila, cinta memang buta, cinta memanga aneh. Cinta memang…….ah sudahlah yang jelas aku benar-benar jatuh cinta pada pemuda biasa itu. Pada sosok ceking kumal dan kampungan.
xxx
“loe memang gila Lia” Zoya begitu bersemangat untuk menertawakanku delapan minggu yang lalu. Aku hanya diam sembari mengaduk-ngaduk juz laccy kesukaanku.
“OMG please dech, klo gue jadi loe, geu udah nggak bakal keluar rumah selama setahun lebih”. Alice dengan kata-kata ajaibnya, meluncur bersamaan dengan tawa yang terpingkal-pingkal. Aku hanya bisa manyun melihat tingkah mereka yang sepertinya bahagia melihat penderitaanku.
Sebuah kisah memalukan, yang membuat mukaku manjadi seperti kepiting rebus, ditambah dengan potonagn wortel didalamnya. Entah kenapa hal sebodoh itu bisa terjadi. Semua terjadi begitu saja. Bermula dari kutemukan sosok Ivan sang pujaan yang tengah asyik berbincang dengan temannya di depan perpustakaan kampus.
ya Tuhan, dia begitu mempesona. Pandangan matanya, senyumnya, tutur katanya semua begitu mengagumkan. “
“mari mas, semua sudah menunggu” seorang pemudah berjenggot mempersilahkan ivan untuk segera bergegas. Ivan mengiyakan dengan senyuman. Dan seperti tanpa sadar aku mengikuti kemanapun kakinya langankah. Kekanan, kekiri, kedepan dan ahirnya berhenti tepat di sebuah gedung yang telah ramai dengan manusia.
Ivan tampak memasuki gedung itu dan semua yang hadir terlihat berdiri. satu persatu mereka menyalami Ivan. Oh prince you are so charming. tanpa pikir panjang, akupun segera memasuki area pertemuan itu. maksud hati tak ingin kehilangan sosok menawan sang pujaan, tapi, Ha……….., aku terjebak. Sekian pasang mata menatapku aneh. Aku memang orang yang selalu menjadi pusat perhatian, tapi tidak untuk waktu yang seperti ini Tuhan. Aku terkurung ditengah-tengah lautan jilbab dalam kedaan mengenakan blous ketat tanpa lengan berpadu dengan rok mini yang super mini. Mati aku, pikirku. Kenapa aku bisa berada didaerah terlarang seperti ini?. Mungkin sekarang pipiku sudah seperti buah tomat yang siap untuk dipanen.
“Mbak, mari Maju kedepan. Masih kosong loh, silahkan,”.suara lembut gadis berjilbab menyapaku ramah. Aku masih begitu gugup.
“nggak mbak, aku balik aja”
“ Acaranya sudah mau dimulai, tuh Ustadznya sudah datang” bujuk gadis itu sembari menunjuk kearah depan. Tampak beberapa orang tengah duduk bersilah. OMg, Ivan………!!!. Dan kembali seperti tanpa sadar, aku segera maju kebarisan paling depan, ditemani gadis berjilbab itu, yang ku tahu bernama Diana. Peduli amat denagn orang-orang yang menatapku aneh. inilah cinta kawan, perlu pengorbanan. Meski agak malu-maluin.
xxx
“Lia,lia, baru kali ini aku tahu loe ngejar-ngejar cowok. Biasannya loe yang dikejar-kejar cowok”. Mala turut menimpali dengan tawa terkekeh. Aku semakin cemberut.
“Whatever, ini yang namanya cinta guys”. Belaku dengan nada bangga. Ya inilah cinta.
xxx
“pesan apa mbak?” seoarang lelaki setengah baya mengajakku kembali keruang sadar. Saat ini kantin fakultas psikologi begitu sepi. Hanya ada dua,tiga kursi yang terisi.
“ juz laccy aja pak”. Jawabku.
“tunggu ya mbak” aku mengangguk. Disini biasanya aku menunggu dia. Menunggu Ivan yang biasanya memarkir sedepa kayunya dibelakang kantin. Inilah salah satu keistimewaanmu,van. Disaat kebanyakan pemuda lebih memilih sepeda motor atau bahkan mobil untuk melengkapi gaya mereka, kamu malah lebih memilih sepeda kujang tua menemani hari-harimu dikampus ternama ini.
xxx
“oh, ustadz Ivan. Beliau itu putra salah satu kyai terkenal dikediri loh Lia.” Jawab Diana menanggapi pertanyaanku. “jadi ya, termasuk keluarga kayalah”.lanjutnya. setelah itu cerita tentang ivan mengalir begitu lancar dari Diana. Bagaimana seorang Ivan yang soleh, baik hati, genius juga pendiemnya orang yang nggak pendiem.
“nah loh, maksudnya?”
“Ustadz Ivan ini orang yang hebat. Beliau memang terlihat pendiem, tapi selalu aktif dalam segala hal. Beliau akan memecahkan permasalahan dengan tindakan yang tepat, cepat dan akurat, ketimbang dengan mengumbar omongan dan tindakan yang sia-sia. Diana berhenti sejenak. Pandangannya tampak menerawang
“Ya begitulah. beliau itu sosok yang mengagumkan”
“Di.., kamu naksir nggak sama Ivan?”pertanyaan konyol itu tiba-tiba begitu saja meluncur dari mulutku.
Diana terkaget “naksir….?” tanyanya. aku mengangguk.
“siapa sih akhwat yang tidak menyukai ustadz Ivan, baik, sederhana dan sudah pasti sholeh. Termasuk aku.” Aku terkaget dengan pengakuan Diana. Maaf Di, kita RIVAL. “hanya saja aku tidak berani untuk tenggelam dalam rasa itu”. Kali ini aku terperangah. “aku bukan siapa-siapa Lia. Aku hanya seorang wanita yang bodoh, yang tak pantas untuknya”. Kutatap wajah Diana dalam-dalam. Ada setitik air bening disudut matanya indahnya.
“seorang lelaki yang baik akan bersanding dengan wanita yang baik pula. Aku bukanlah wanita yang cukup baik untuk mendampingi mahluk sesoleh ustadz ivan”. Deg, Ada hujaman keras yang memukul tepat diulu hatiku. Sakit memeng tapi begitu menenangkann? Apa yang kurang dari Diana? Teramat cantik dengan jilbab rapihnya, pintar dan tentu pula sholiha. Tapi mengapa dia begitu merendah dihadapan Ivan. Lalu bagaimana dengan aku? Sudah pantaskah aku mendapatkan seorang Ivan Djazuli?.
“Di, ajari aku sholat ya”. Diana terperanjak. Dia tatap mataku dalam-dalam, seakan mencari kebenaran. “baca Qur’annya juga”. Imbuhku meyakinkannya. Diana menangis. Dia memelukku erat seperti sahabat yang telah lama terpisah. Aku mungkin sudah gila. Gila karena cinta. Tapi sekali lagi kegilaan ini menenangkan. “ sekalian jilbabnya”.
Kantin masih begitu sepi. Juz laccy yang kupesan 15 manit lalu, belum begitu menarik perhatianku. Mataku masih menerawang kesebuah jalan kecil disamping utara kantin. Aku yakin Gank cantik benar-benar marah. Terlebih setelah hari ini. Saat aku hadir dengan kegilaan yang baru. Ketika jilbab birumuda, berpadu dengan rok panjang dan baju muslim dengan warna senada. “mana Liaku yang cantik dan modis?”. Teriak Zoya, Mala, juga Alice. Inilah teman, inilah lia yang cantik dan modis. Tapi tetap syar’i, itu tambahannya.
Sosok yang dinanti tiba. Wajah bersih Ustadz Ivan tampak bersinar dikejauhan. Mata indahmu ustadz, begitu menawan. Meski takseindah mata bulat raihan, pacar pertamaku. Tapi ada keteduhan disana. Bagaimana mereka bisa tidak mengagumimu ustadz, jika senyummu gegitu mempesona. Walau tak semanis senyum simpatik Bima. Namun ada ketulusan. Kenapa mereka sampai buta dengan pesonamu ustadz, sosok biasa yang hadir dengan kesederhanaan namun penuh dengan keihlasan.
Ku tundukan pandangan ketika hadirnya melintas. Kepada angin kutitipkan pesan teruntuk pujaan hati. Utadaz, terimakasih atas rasa ini, meski ahirnya harus terkubur dan mati. Setitik rasa cinta mu telah menuntunku kesamudra cinta tanpa betas, selaksa cinta untukmu yang telah membawaku kelautan cinta tanpa tepi. Ada cinta lain yang lebih mengagumkan Ustadz, cinta yang telah membuatku lebih banyak lagi melakuakan kegilaan, lebih dari yang aku lakukan untukmu. Kegilaan yang menenangkan ini, jalan cinta Ilahi Robby.
Air mataku tak tertahan. Untaiannya mengalir, jatuh di pangkuanku. Kupandangi binder bercover fotoku dan Diana yang basah oleh tetesan air mataku. Kuambil sebuah undangan warna hijau mudah nan cantik,

MENIKAH
M. IVAN DJAZULI
Dengan
DIANA FATMAWATI





NB. Cerita ini hanya fiktif belaka. Kalau ada kesamaan nama, tempat dan lain-lain, itu hanya ketidak sengajaan. Kalaupun disengaja, InsyaAllah membawa kebaikan. Keep smile guys,,,,,,,,.


Written By

@u2al

DESAIN KAOS







Mimpi Tantang Wajah


Teringat sebuah mimpi beberapa waktu yang lalu. Mimpi yang aneh, mimpi yang seperti nyata. Membuat aku tertawa dan takut. Aku sendiri tak tahu, kenapa aku mesti takut hanya karena sebuah mimpi.
Mimpi itu tentang seorang pemuda yang aku merasa kenal. Merasa bahwa dia bukanlah orang yang asing buatku. Dia datang tepat ketika aku bangun dari tidur. Bersiap untuk kewarung untuk mencari makan.
"Lho kak, kok ada disini" tanyaku waktu melihat dia tersenyum dibalik pintu pagar kos.
"Kaget ya" senyumnya manis sekali.
"Hehehe..., mari masuk" Basa-basi penghuni kos yang menyambut tamu teman-temannya...,
"Assalamualakum" Dia melangkah masuk dan tetap dengan senyum menawannya.
"Telat ah..., Waalaikum salam, kakak mau ketemu mbak Sa'adah? mau aku panggilkan?" Basa-basi lagi.
"Mau ketemu kamu" Jawabnya santai. Deg-degan tiba-tiba. Ada senyum yang reflek menghiasi bibirku.
"Ada perlu apa kak?" Tanyaku seformal mungkin. menyembunyikan getar yang menderu didadaku.
yang di tanya hanya tersenyum. menebarkan aroma melati keseluruh ruangan tamu kos 39 ku. Tapi tunggu, sepertinya ada yang salah. Siapa pemudah ini? Aku bahkan tak tahu namanya. Pemuda yang asing. Aku tak pernah merasa mengenalnya sebelum ini. Tapi kenapa begitu akrab. Mimpi ini tak karuan. Aku mengenal pemuda yang sama-sekali asing.
"Oh ya, kakak yang kemaren kesini ya?"
"Kemaren?, nggak. Kenapa memang?"
"Oh, aku pikir mas sukarelawan yang memberi penyuluhan pengaman Gas LPJ kemaren" Dia tertawa lepas. Menganggapku sedang bercanda. Tapi aku serius. Mungkin saja dia orang yang bersama bapak kos kemaren.
"Aku aktivis gerakan pencinta jilbab cah ayu...," Tawanya membuat hatiku semakin tak karuan.
"Iya, aku hanya melihat dia dari belakang, dan aku tak mengenal petugas itu. sedangkan kakak begitu aku kenal. walau dari belakang tetap bisa mengenali" Ah, apa yang aku katakan?, Aku memang mengenal pemuda ini. Tapi kapan itu dimulai. Sedang aku saja tak ingat kapan pernah bertemu dengan dia sebelumnya.
Ku perhatikan wajahnya sedetail mungkin. Benar-benar wajah yang familiar. Rambutnya cepak lurus dan tertata rapi, tidak cupu namun juga tidak formil sekali. Matanya Tajam menatap, namuan terasa lembut. Hidungnya kecil, dan mancung. Bibirnya merah merekah, seperti bibir bayi. Rahangnya kuat dan gagah. Kulitnya bersih kecoklatan. Semua begitu akrab denganku. Tapi dia siapa?. Bahkan aku merasa tak perlu menanyakan namanya, karena aku merasa demikian akrab dengan dia.
Obrolan berjalan seperti biasa. Menanyakan ini, bercerita tentang itu, menertawakan ini, menyesalkan itu. Semua biasa saja pada awwalnya. Seperti teman yang sedang bercerita seharian kemaren. Aku menanggapinya seperti aku juga tahu apa yang dia ceritakan. Kami tertawa bersama ketika cerita itu lucu. Iba ketika mengenai beberapa hal yang menyedihkan. Begitu pada mulanya. Lalu pembicaraan berlanjut pada hal yang lebih personal dan intim. Mulai bertanya tentang kreteria pasangan yang diharapkan, Tentang Grand desain keluarga yang diimpikan, tetang cita-cita menjadi sakinah, mawaddah, barokah dan rohmah.
"Awwal sudah punya pasangan? calon suami mungkin" Tanyanya dengan wajah yang tenang namun aku tau mimik itu, dia sedang bertanya serius. Tanganku tiba-tiba dingin. Keringat menjalar sampai ketengkuk. Seketika aku terserang meriang akut. Padahal aku yakin, tadi aku baik-baik saja.
"Awwal mau jadi istri kakak" Petir seperti menyambar-nyambar diatas kepalaku. Namun petir itu tidak menyakitkan sama sekali. Bahkan menyejukkan, namun mengagetkan. Benar-benar mimpi yang aneh. Petirpun tak mematikan. Aku seperti tersengat listrik berjuta watt, sehingga untuk berkata sebuah katapuan tak bisa.
"Mari kita bikin jembatan menuju surga" Aku limbung, mesin kejut berisi kalimat "MAU JADI ISTRI kakak" Terasa begitu kuat. Terlalu kuat. Ku tatap sekali wajah itu. wajah yang belum pernah aku temui sebelumnya, namun aku merasa begitu akrab, begitu dekat. Ku tatap sekali lagi mata itu, mata yang tajam namun menduhkan, mata yang memberiku rasa nyaman tak terhingga hanya dengan menatapnya. Ku lihat kembali senyum itu. senyum yang manis, seperti segelas air dari surga.
Ku kuatkan hati melawan keterkagetan ini. Ku tata hati sekuat mungkin untuk memberikan jawaban. Senyumnya memastikan aku untuk memberikan sebuah keputusan terbesar dalam hidupku. Dan waktu itu, dengan tangan bergetar, mata yang memanas haru, ku beranikan diri untuk menjawab ....
"Aku mau kak" Kriiiing..., Kriiiing...., Kring...., Alarm di Handphoneku membuyarkan semua. Senyum itu sekelika hilang, berganti ruang kamar yang gelap. Kulirik handphoneku, pukul 04.00 pagi. Aku duduk dan tersenyum sendiri. Ada penat yang aku rasa. Seperti sedang bermimpi menaiki gunung tinggi tanpa piranti. Hmm, tubuhku berkeringat dingin sampai ketulang. Namun lebih terasa menusuk dihati.
***
"Hahahaha..., bangun dong jenk, itu cuma mimpi, Jangan dipikirin ah" Mungkin menurun ulfah ini lucu. Dia tertawa seperti aku ini sedang melawak saja.
"Itu seperti nyata" Jawabku manyun
"Itu tandanya kamu sudah pengen dilamar" Haa??? aku melongo dengan jawaban ulfah.
"Enak aja, belum kepikiran" Elakku
"Itu tadi kepikiran" Ulfah memojokkan.
"Kan aku bilang mimpinya kayak nyata jenk" Jawabku tak mau kalah.
"Kalau nggak kepikiran g usah sewot dong" Aku tambah manyun. Benar juga. kenapa aku jadi memikirkannya, bukankah itu hanya mimpi. Bahkan bertemu orang itu pun aku tak pernah. Oh ya, kenapa aku tak tanya namanya ya..., siapa tahu kalau aku tahu, aku bisa search di mbah google. Aku tersenyum-senyum sendiri.
"Tuhkan udah pengen nikah,,," EJek ulfah sembari menempuk mukaku dengan kertas.
"Eh, apaan sih, eh ul, waktu mimpi itu aku menyebut nama sa'adah lho, padahal dikos kan nggak ada yang namanya sa'adah"
"Masih dipikirin juga nduk..."
"Emang kita punya teman atau kenalan bernama sa'adah???" Tanyaku serius.
"Tau ah, ni desain kamu numpuk, kerjain ja dulu, dari pada diomelin bos cuma gara-gara mimpi" setelah otu omongan ulfah hanya sekedar angin lalu. Sekarang otakku bermain dengan sebuah nama. mungkin ini petunjuk. ya, ini petunjuk satu-satunya dari keberadaan pemuda itu. Mungkin saja dia benar-benar ada. disana, disuatu tempat.
Aku menjelma menjadi seorang dekektif. Detektif satu-satunya di dunia yang mencoba mengungkap kebenaran sebuah mimpi di dunia nyata. Sudah tak ada bedanya antar mimpi dan nyata bagiku. Jangan-jangan aku sudah terkena penyakit gila stadium terminal.
Ku kerahkan semua ingatan untuk mendaftar siapa saja temanku yang bernama sa'adah atau saidah, aidah, sampai yang paling tidak mungkin madas. aaah, aku benar-benar gila hanya karena mimpi. Siapa dia. Kenapa aku begitu teropsesi hanya karena mimpi. Dan tiba-tiba ingatanku melayang kesebuah cerita indah masa lalu. Masa penuh keceriaan di sebuah sekolah menengah pertama. Sekolah yang menjadi pembentuk karakter berjuang di diri 25 siswi bau kencur yang baru lulus sekolah dasar. Sekolah Nocenk kami menyebutnya, sekolah untuk generasi kami, generasi Nakal tapi Pintar.
Ada 25 siswi dikelas itu. Sekolah kami berbasis agama yang kental. Lokal putra dan putripun dipisah. Dan karena kepala sekolah kami menyebut kami kelas unggulan, maka kelas kami pun sedikit terpisah dengan teman-teman seangkatan kami. Masing-masing dari kami memiliki keunikan yang menurutku sangat luar biasa. Anak-anak berpotensi Indonesia. Murid-murid berprestasi, Akademik dan yang pasti, sedikit kenakalan has remaja.
Kami pernah membuat jam belajar terhenti hanya karena kami merasa tidak puas dengan kebijakan sistem pembagian ekstrakulikuler yang terkesan dipaksakan. Alhasil, kelas diskors, kami dihukum untuk meminta tanda tangan 42 pengajar.
Kami pernah membuat guru BP pusing tujuh keliling, karena kami tertangkap tangan sedang mengirim signal kepada kelas unggulan putra yang kebetulan kelasnya tepat berhadapan dengan kelas kami, walau jaraknya begitu jauh. Kami menggunakan bendera smaphore untuk mengirim pesan, dan kelas putra membalasnya. Benar-benar remaja yang pintar bukan. Bahkan mbak atik yang pendiampun bisa terjerumus kedalam kenakalan itu.
Kami membuat mars kelas yang berjudul "Kelah KO". diadopsi dari lag Rikcy martin untuk piala dunia 1999" Livin la Vida Loca". Kami menyanyikannya penuh gairah, menggebrak-gebrak meja, dan apa saja yang ada didekat kami. Ketua kelas memimpin didepan penuh semangat. Aku menarik dan menyeret kursi plastik untuk memberikan efek melodi gitar, dan ulfah, yang saat itu menjadi teman sebangku memukul-mukuli lantai sengan penghapus papan. Kami terhipnotis dalam uphoria kegembiraan memiliki lagu kebangsaan. Namun naas, dibawah kelas kami adalah kantor guru. setiap hari guru piket dan keamanan masuk kekelas dan memarahi kami. kalau sudah seperti itu, kami hanya diam dan menunduk namun tangan kami cubit-cubitan.
Namun ada satu kenakalan kami yang menuai pujian. Dari kepala sekolah tentunga. waktu itu beliau memberi kami tugas membuat grafik dari kertas karton warna-warni dan memberi waktu untuk dikerjakan dirumah. Beliau tahu kredebelitas kami. kalau dikerjakan dikelas, yang ada adalah ramai dan kotor.
Bukan kami kalau tidak nakal. tak ada satupun yang mengerjakan dirumah. semua kelompok mengerjakan di kelas. waktu istirahat diisi dengan mengerjakan. tak ada yang keluar kelas, kalau lapar, kami mencegat adik kelas, dan meminta tolong untuk memberikan suplai makanan. Tugas yang diminta selesai. Siap untuk disetor siang nanti. Melihat sampah kertas yang berserakan, tangan-tangan kreatif kamipun beraksi. Kami membentuk kertas yang tersisa menjadi gambar-gambar lucu, mengisinya dengan rumus-rumus dan tak berhenti, kamipun menempelkannya didinding belakang kelas. Jadilah kelas kami seperti kelas anak teka, penuh dengan tempelan kertas warna-warni. Dan reaksi kepala sekolah kami, Beliau menggeleng kan kepala, berkacak pinggang, dan tersenyum, dasar nakal..., bagi kami itu sebuah persetujuan.
Dan aha..., aku ingat..., "Liliyatus Sa'adah" aku dan ulfah berteriak sama kerasnya. Ternyata dia juga tak bisa tenang karena mimpi itu.
"Terus...?" tanya ulfah. Aku menggeleng, memang kenapa kalau sudah ketemu nama itu? kemungkinan kalau mbak liyah yang terkait juga sangat kecil. Bisa juga tidak mungkin.
"Udah ah, cuma mimpi" Aku menyerah. Itu cuma mimpi. Jadi nyata atau tidak, itu terserah Tuhan. Biar tangan Tuhan yang menentukan.
****
Sementara ditempat lain.
"Itu hanya mimpi nda...," Falah mencoba meyakinkan istrinya. Dibujuk dengan apapun istrinya tetap merajuk. Istrinya kesal, karena ditudurnya yang tenang, suaminya memanggil-manggil nama Perempuan lain.
"Siapa dia mas?" Dia benar-benar marah. MEnduga suaminya telah menghianati cintanya.
"Papa enggak kenal dan nggak tahu sayang, bunda percaya sama papa dong" Habis sudah kata-kata untuk meminta istrinya berpikir logis. Tapi selogis apa?, mana ada yang percaya kalau ada seorang yang tak pernah mengenal tapi bisa meneriakkan namanya ditengah mimpi.
"Bunda mau pulang ke semarang".