Jumat, 25 Februari 2011

Mimpi Tantang Wajah


Teringat sebuah mimpi beberapa waktu yang lalu. Mimpi yang aneh, mimpi yang seperti nyata. Membuat aku tertawa dan takut. Aku sendiri tak tahu, kenapa aku mesti takut hanya karena sebuah mimpi.
Mimpi itu tentang seorang pemuda yang aku merasa kenal. Merasa bahwa dia bukanlah orang yang asing buatku. Dia datang tepat ketika aku bangun dari tidur. Bersiap untuk kewarung untuk mencari makan.
"Lho kak, kok ada disini" tanyaku waktu melihat dia tersenyum dibalik pintu pagar kos.
"Kaget ya" senyumnya manis sekali.
"Hehehe..., mari masuk" Basa-basi penghuni kos yang menyambut tamu teman-temannya...,
"Assalamualakum" Dia melangkah masuk dan tetap dengan senyum menawannya.
"Telat ah..., Waalaikum salam, kakak mau ketemu mbak Sa'adah? mau aku panggilkan?" Basa-basi lagi.
"Mau ketemu kamu" Jawabnya santai. Deg-degan tiba-tiba. Ada senyum yang reflek menghiasi bibirku.
"Ada perlu apa kak?" Tanyaku seformal mungkin. menyembunyikan getar yang menderu didadaku.
yang di tanya hanya tersenyum. menebarkan aroma melati keseluruh ruangan tamu kos 39 ku. Tapi tunggu, sepertinya ada yang salah. Siapa pemudah ini? Aku bahkan tak tahu namanya. Pemuda yang asing. Aku tak pernah merasa mengenalnya sebelum ini. Tapi kenapa begitu akrab. Mimpi ini tak karuan. Aku mengenal pemuda yang sama-sekali asing.
"Oh ya, kakak yang kemaren kesini ya?"
"Kemaren?, nggak. Kenapa memang?"
"Oh, aku pikir mas sukarelawan yang memberi penyuluhan pengaman Gas LPJ kemaren" Dia tertawa lepas. Menganggapku sedang bercanda. Tapi aku serius. Mungkin saja dia orang yang bersama bapak kos kemaren.
"Aku aktivis gerakan pencinta jilbab cah ayu...," Tawanya membuat hatiku semakin tak karuan.
"Iya, aku hanya melihat dia dari belakang, dan aku tak mengenal petugas itu. sedangkan kakak begitu aku kenal. walau dari belakang tetap bisa mengenali" Ah, apa yang aku katakan?, Aku memang mengenal pemuda ini. Tapi kapan itu dimulai. Sedang aku saja tak ingat kapan pernah bertemu dengan dia sebelumnya.
Ku perhatikan wajahnya sedetail mungkin. Benar-benar wajah yang familiar. Rambutnya cepak lurus dan tertata rapi, tidak cupu namun juga tidak formil sekali. Matanya Tajam menatap, namuan terasa lembut. Hidungnya kecil, dan mancung. Bibirnya merah merekah, seperti bibir bayi. Rahangnya kuat dan gagah. Kulitnya bersih kecoklatan. Semua begitu akrab denganku. Tapi dia siapa?. Bahkan aku merasa tak perlu menanyakan namanya, karena aku merasa demikian akrab dengan dia.
Obrolan berjalan seperti biasa. Menanyakan ini, bercerita tentang itu, menertawakan ini, menyesalkan itu. Semua biasa saja pada awwalnya. Seperti teman yang sedang bercerita seharian kemaren. Aku menanggapinya seperti aku juga tahu apa yang dia ceritakan. Kami tertawa bersama ketika cerita itu lucu. Iba ketika mengenai beberapa hal yang menyedihkan. Begitu pada mulanya. Lalu pembicaraan berlanjut pada hal yang lebih personal dan intim. Mulai bertanya tentang kreteria pasangan yang diharapkan, Tentang Grand desain keluarga yang diimpikan, tetang cita-cita menjadi sakinah, mawaddah, barokah dan rohmah.
"Awwal sudah punya pasangan? calon suami mungkin" Tanyanya dengan wajah yang tenang namun aku tau mimik itu, dia sedang bertanya serius. Tanganku tiba-tiba dingin. Keringat menjalar sampai ketengkuk. Seketika aku terserang meriang akut. Padahal aku yakin, tadi aku baik-baik saja.
"Awwal mau jadi istri kakak" Petir seperti menyambar-nyambar diatas kepalaku. Namun petir itu tidak menyakitkan sama sekali. Bahkan menyejukkan, namun mengagetkan. Benar-benar mimpi yang aneh. Petirpun tak mematikan. Aku seperti tersengat listrik berjuta watt, sehingga untuk berkata sebuah katapuan tak bisa.
"Mari kita bikin jembatan menuju surga" Aku limbung, mesin kejut berisi kalimat "MAU JADI ISTRI kakak" Terasa begitu kuat. Terlalu kuat. Ku tatap sekali wajah itu. wajah yang belum pernah aku temui sebelumnya, namun aku merasa begitu akrab, begitu dekat. Ku tatap sekali lagi mata itu, mata yang tajam namun menduhkan, mata yang memberiku rasa nyaman tak terhingga hanya dengan menatapnya. Ku lihat kembali senyum itu. senyum yang manis, seperti segelas air dari surga.
Ku kuatkan hati melawan keterkagetan ini. Ku tata hati sekuat mungkin untuk memberikan jawaban. Senyumnya memastikan aku untuk memberikan sebuah keputusan terbesar dalam hidupku. Dan waktu itu, dengan tangan bergetar, mata yang memanas haru, ku beranikan diri untuk menjawab ....
"Aku mau kak" Kriiiing..., Kriiiing...., Kring...., Alarm di Handphoneku membuyarkan semua. Senyum itu sekelika hilang, berganti ruang kamar yang gelap. Kulirik handphoneku, pukul 04.00 pagi. Aku duduk dan tersenyum sendiri. Ada penat yang aku rasa. Seperti sedang bermimpi menaiki gunung tinggi tanpa piranti. Hmm, tubuhku berkeringat dingin sampai ketulang. Namun lebih terasa menusuk dihati.
***
"Hahahaha..., bangun dong jenk, itu cuma mimpi, Jangan dipikirin ah" Mungkin menurun ulfah ini lucu. Dia tertawa seperti aku ini sedang melawak saja.
"Itu seperti nyata" Jawabku manyun
"Itu tandanya kamu sudah pengen dilamar" Haa??? aku melongo dengan jawaban ulfah.
"Enak aja, belum kepikiran" Elakku
"Itu tadi kepikiran" Ulfah memojokkan.
"Kan aku bilang mimpinya kayak nyata jenk" Jawabku tak mau kalah.
"Kalau nggak kepikiran g usah sewot dong" Aku tambah manyun. Benar juga. kenapa aku jadi memikirkannya, bukankah itu hanya mimpi. Bahkan bertemu orang itu pun aku tak pernah. Oh ya, kenapa aku tak tanya namanya ya..., siapa tahu kalau aku tahu, aku bisa search di mbah google. Aku tersenyum-senyum sendiri.
"Tuhkan udah pengen nikah,,," EJek ulfah sembari menempuk mukaku dengan kertas.
"Eh, apaan sih, eh ul, waktu mimpi itu aku menyebut nama sa'adah lho, padahal dikos kan nggak ada yang namanya sa'adah"
"Masih dipikirin juga nduk..."
"Emang kita punya teman atau kenalan bernama sa'adah???" Tanyaku serius.
"Tau ah, ni desain kamu numpuk, kerjain ja dulu, dari pada diomelin bos cuma gara-gara mimpi" setelah otu omongan ulfah hanya sekedar angin lalu. Sekarang otakku bermain dengan sebuah nama. mungkin ini petunjuk. ya, ini petunjuk satu-satunya dari keberadaan pemuda itu. Mungkin saja dia benar-benar ada. disana, disuatu tempat.
Aku menjelma menjadi seorang dekektif. Detektif satu-satunya di dunia yang mencoba mengungkap kebenaran sebuah mimpi di dunia nyata. Sudah tak ada bedanya antar mimpi dan nyata bagiku. Jangan-jangan aku sudah terkena penyakit gila stadium terminal.
Ku kerahkan semua ingatan untuk mendaftar siapa saja temanku yang bernama sa'adah atau saidah, aidah, sampai yang paling tidak mungkin madas. aaah, aku benar-benar gila hanya karena mimpi. Siapa dia. Kenapa aku begitu teropsesi hanya karena mimpi. Dan tiba-tiba ingatanku melayang kesebuah cerita indah masa lalu. Masa penuh keceriaan di sebuah sekolah menengah pertama. Sekolah yang menjadi pembentuk karakter berjuang di diri 25 siswi bau kencur yang baru lulus sekolah dasar. Sekolah Nocenk kami menyebutnya, sekolah untuk generasi kami, generasi Nakal tapi Pintar.
Ada 25 siswi dikelas itu. Sekolah kami berbasis agama yang kental. Lokal putra dan putripun dipisah. Dan karena kepala sekolah kami menyebut kami kelas unggulan, maka kelas kami pun sedikit terpisah dengan teman-teman seangkatan kami. Masing-masing dari kami memiliki keunikan yang menurutku sangat luar biasa. Anak-anak berpotensi Indonesia. Murid-murid berprestasi, Akademik dan yang pasti, sedikit kenakalan has remaja.
Kami pernah membuat jam belajar terhenti hanya karena kami merasa tidak puas dengan kebijakan sistem pembagian ekstrakulikuler yang terkesan dipaksakan. Alhasil, kelas diskors, kami dihukum untuk meminta tanda tangan 42 pengajar.
Kami pernah membuat guru BP pusing tujuh keliling, karena kami tertangkap tangan sedang mengirim signal kepada kelas unggulan putra yang kebetulan kelasnya tepat berhadapan dengan kelas kami, walau jaraknya begitu jauh. Kami menggunakan bendera smaphore untuk mengirim pesan, dan kelas putra membalasnya. Benar-benar remaja yang pintar bukan. Bahkan mbak atik yang pendiampun bisa terjerumus kedalam kenakalan itu.
Kami membuat mars kelas yang berjudul "Kelah KO". diadopsi dari lag Rikcy martin untuk piala dunia 1999" Livin la Vida Loca". Kami menyanyikannya penuh gairah, menggebrak-gebrak meja, dan apa saja yang ada didekat kami. Ketua kelas memimpin didepan penuh semangat. Aku menarik dan menyeret kursi plastik untuk memberikan efek melodi gitar, dan ulfah, yang saat itu menjadi teman sebangku memukul-mukuli lantai sengan penghapus papan. Kami terhipnotis dalam uphoria kegembiraan memiliki lagu kebangsaan. Namun naas, dibawah kelas kami adalah kantor guru. setiap hari guru piket dan keamanan masuk kekelas dan memarahi kami. kalau sudah seperti itu, kami hanya diam dan menunduk namun tangan kami cubit-cubitan.
Namun ada satu kenakalan kami yang menuai pujian. Dari kepala sekolah tentunga. waktu itu beliau memberi kami tugas membuat grafik dari kertas karton warna-warni dan memberi waktu untuk dikerjakan dirumah. Beliau tahu kredebelitas kami. kalau dikerjakan dikelas, yang ada adalah ramai dan kotor.
Bukan kami kalau tidak nakal. tak ada satupun yang mengerjakan dirumah. semua kelompok mengerjakan di kelas. waktu istirahat diisi dengan mengerjakan. tak ada yang keluar kelas, kalau lapar, kami mencegat adik kelas, dan meminta tolong untuk memberikan suplai makanan. Tugas yang diminta selesai. Siap untuk disetor siang nanti. Melihat sampah kertas yang berserakan, tangan-tangan kreatif kamipun beraksi. Kami membentuk kertas yang tersisa menjadi gambar-gambar lucu, mengisinya dengan rumus-rumus dan tak berhenti, kamipun menempelkannya didinding belakang kelas. Jadilah kelas kami seperti kelas anak teka, penuh dengan tempelan kertas warna-warni. Dan reaksi kepala sekolah kami, Beliau menggeleng kan kepala, berkacak pinggang, dan tersenyum, dasar nakal..., bagi kami itu sebuah persetujuan.
Dan aha..., aku ingat..., "Liliyatus Sa'adah" aku dan ulfah berteriak sama kerasnya. Ternyata dia juga tak bisa tenang karena mimpi itu.
"Terus...?" tanya ulfah. Aku menggeleng, memang kenapa kalau sudah ketemu nama itu? kemungkinan kalau mbak liyah yang terkait juga sangat kecil. Bisa juga tidak mungkin.
"Udah ah, cuma mimpi" Aku menyerah. Itu cuma mimpi. Jadi nyata atau tidak, itu terserah Tuhan. Biar tangan Tuhan yang menentukan.
****
Sementara ditempat lain.
"Itu hanya mimpi nda...," Falah mencoba meyakinkan istrinya. Dibujuk dengan apapun istrinya tetap merajuk. Istrinya kesal, karena ditudurnya yang tenang, suaminya memanggil-manggil nama Perempuan lain.
"Siapa dia mas?" Dia benar-benar marah. MEnduga suaminya telah menghianati cintanya.
"Papa enggak kenal dan nggak tahu sayang, bunda percaya sama papa dong" Habis sudah kata-kata untuk meminta istrinya berpikir logis. Tapi selogis apa?, mana ada yang percaya kalau ada seorang yang tak pernah mengenal tapi bisa meneriakkan namanya ditengah mimpi.
"Bunda mau pulang ke semarang".

Tidak ada komentar:

Posting Komentar