03 Mei 2012
Selamat malam maya,
Malam yang tenang di sebuah
sudut Jakarta yang berbeda. Ditemani gemericik air kran kamar mandi yang bocor,
suara jangkrik di pojokan rumah yang masih penuh dengan pepohonan, juga suara
anjing tetangga yang ribut bercanda dengan tuannya. Benar-benar membuat saya merasa berada di sebuah desa
yang tenang dengan suara khas kebisingan alam yang mengasyikan itu. Saya merasa
berda di sebuah rumah dengan latar hutan lindung yang asri juga aliran sungai
kecil yang bersih, yang memungkinkan saya menikmati alirannya dengan
mencamplungkan diri di sana.
Damai sekali. Kedamaian
yang ingin saya rasakan di sisa usia saya bersama seseorang yang menemani saya
mengukir cerita surga. Bersama seseorang yang saya panggil dengan sebutan
Abahnya anak-anak. Manisnya.
Menikmati masa tua kami
dengan memelihara unggas di pekarangan belakang rumah kami yang luas, membari
makan ikan-ikan koi yang kami pelihara dan kami jual pada pengepul ikan hias,
juga memanen jamu-jamur tiram setiap hari dari lumbung yang kami siapkan
berjejer dengan rumah bamboo kamu yang tinggi.
Lalu menyaksikan
anak-anak kami tumbuh dewasa dengan riangnya. Membiarkan mereka bermain dengan
lumpu-lumpur sawah di dekat rumah, menertawakan tingkah mereka yang berlari
mengejar layang-layang teman sepermainan mereka, lalu merayu mereka yang
merajuk di tengah hingar pasar malam yang di adakan di kampung kami karena
sebuah keinginan yang tak bisa kami penuhi.
Kehidupan macam apa
itu? Apa kehidupan seperti itu benar-benar ada di sisi manapun di dunia ini? Kehidupan
yang hanya berisi dengan kebahagiaan dan cinta kasih, kehidupan yang memberikan
senyum untuk siapapun yang melihatnya. Sungguh hanya sebuah cerita fiksi.
Malam ini, entah kenapa
aku merasa kesepian ini membuat aku terseret pada permohonan tak kunjung datang.
Suasana sepi yang harusna bisa saya nikmati dengan tidur nyenyak atau sekedar
merebahkan punggung saya yang nyeri karena terjatuh dua hari yang lalu itu
dengan lebih nikmat, nyatanya terganggu dengan pikiran saya yang melayang tak
tentu arah, lalu menyeret pada sebuh sosok maya yang selama ini hanya sebagai
Tokoh dalam Novel saya. Hati kecil saya
berbisik dapatkah kamu merasakan
kerinduan ini sayang? Saya sungguh tersiksa dengan kisah cinta yang tak
pernah saya tahu ujung dari semuanya.
Kata orang saya sedang
bermimpi. Semua mengatakan saya tak bisa menerima wujudnya yang maya. Tapi apa
saya bisa hidup tanpa mimpi? Setidaknya dengan dia saya bisa bermimpi dengan
indah, bermimpi memiliki canta yang luar biasa di bawah rumah bamboo kami yang
tenang, seperti malam ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar