Sabtu, 23 Juni 2012

SELAMAT DATANG DI JAKARTA

Selamat datang di Jakarta

Jakarta, tidak pernah terbayangkan saya akan terdampar di kota yang konon katanya kota Megapolitan ini. Setelah pesan dari sahabat saya, Ana Fauziyah yang tidak menyarankan saya bergabung dalam koloni stres di kota Jakarta, saya tidak pernah berfikir untuk menginjakkan kaki di kota ini.
Namun takdir tak bisa dicegah, jika Allah yang sudah menentukan, manusia apalah daya, dan saat ini saya terdampar di sini, di Jakarta, kota dengan barjuta permasalahan dan saya bergabung menjadi salah-satu dari nilai berjuta itu.
Ada beberapa hal yang membuat saya menerima tawaran untuk berpindah tugas dari Surabaya ke Jakarta, motiv ekonomi tentunya, juga ingin lebih dekat dengan seseorang yang berada di salah satu kota di Jawa Barat, Taasikmalata, Kota harapan, kota yang meninggalkan cinta, so melancholy. Tapi itulah kenyataannya. Namun begitu saya tetap berat meninggalkan semua yang saya punya di Surabaya, termasuk meniggalkan kos tercinta, kos di daerah Karang Menjangan Suarabaya. Bukan karena fasilitas mewah yang ada di sana, tapi karena Bapak kos saya yang baik, terbaik malah, lebih dari siapapun yang pernah saya kenal.
Saya berangkat dengan setengah hati. Setengah hati saya ada di Surabaya, kota yang sudah mengasuh saya lebih dari 3 tahun belakangan ini, kota perjuangan saya mulai dari NOL BESAR, benar-benar NOL BESAR, lalu sekarang saya harus merangkak lagi, ke dalam suasana yang belum bisa saya tebak selain suasana macet tentunya. Saya takut tidak bisa beradaptasi kerena sifat introvert saya yang parah
Sampai di tempat tugas baru, prediksi saya tepat. Saya merasa berada di sebuah komunitas yang bukan untuk saya. Komunitas yang dengan biasa menertawakan apapun bagian-bagian tubuh wanita dengan senangnya, komunitas tertawa terbahak-bahak, komunitas pembunuh kelas wahid –PEROKOK-. Saya benar-benar tidak yakin apa saya akan bisa bertahan selama lebih dari enam bulan sesuai dengan kontrak kerja saya dengan Bos Besar, Wallahu ‘alam.
Gambar suram tentang Jakarta dalam pikiran saya benar terbukti. Mungkin terlalu cepat saya mengambil kesimpulan, tapi paling tidak, komunitas kecil di sekeliling saya membuat saya mengambil gambaran tentang Jakarta keseluruhan. Jakarta yang penuh dengan permasalahan.
Kerinduan saya tentang dunia yang lebih membuat saya bisa belajar membuat saya berani keluar sendiri dari kurungan lingkungan yang menurut saya tidak sehat ini. saya putuskan untuk menemui orang-orang pintar Jakarta, Ustadz Ahmad Millah salah satunya, kakak Pembina Pramuka saya di MTs dulu. Beliau tetap bersahaja seperti waktu dulu. Miss you so much Kakak :P.
Lalu berlanjut ke Akademi Berbagi, kumpulan orang-orang pintar yang ikhlas berbagi untuk orang lain. Berbagi itu Happy, itu slogan mereka. Woowwww. Bisa beajar bersama orang-orang hebat, membuat saya merasa akan menjadi hebat.
Lalu entah kenapa aku mulai menyukai kota gemerlap ini. ada beberapa hal yang membuat saya tertarik untuk mengulangi untuk melihat lagi. Tidak semua bayangan jelek tentang Jakarta. Ada beberapa hal yang membuat mata saya berbinar, otak saya berfikir lalu hati saya bersyukur.
Apa saja itu? Orang-orang yang berjalan dengan cepat sepanjang jembatan penyebrangan halte Busway menarik perhatian saya, orang-orang pintar yang tidak ingin menyiakan kepintarannya hanya untuk duduk manis di trotoar dengan segelas bir atau rokok dan kopi. Lalu kelap-kelip lampu kota yang seperti bintang berbagai warna, jika dilihat dari sisi belakang Busway, kelap-kelip itu seperti mengejar kita yang juga sedang berlari kencang mengikuti irama Bus, indah sekali. Juga dengan keangkuhan Busway yang anggun, membuat saya mengambil pelajaran “Busway adalah Raja di jalurnya, jangan ganggu jalurnya atau anda akan dalam bahaya”. Seperti berkaca tentang diri saya.
Lalu mencul bebrapa ide di benak saya, saya akan terus melakukan perjalanan-perjalanan kecil keliling Jakarta, saya tidak mau menyiakan 6 bulan keberadaan saya disini hanya dengan meratapi diri. Berderat daftar tempat yang harus saya kunjung, Kota Tua, Senayan, Menteng, dan lain yang menarik yang harus di kunjungi, :D

Semoga masih banyak lagi hal baik yang bisa saya temukan di Jakarta, hingga saya bisa bertahan lebih lama dari kemampuan saya. Hingga saya akan bisa beradaptasi dengan komunitas tidak sehat saya tanpa harus mengorbankan prinsip dan keyakinan saya. Lalu saya akan bisa berteriak Enjoy Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar